Sunday, November 18, 2012

Monday, November 12, 2012

When we meet again

Karen tertegun. Wajah itu, wajah yang bahkan sampai sekarang menjadi bayangan yang terus menghantui dalam benaknya. Tatapan mata sendu itu seperti bisa menembus sampai kehati, membuatnya luluh. Dan senyum dingin itu, sama seperti terakhir kali Karen melihatnya. Dulu,lima tahun lalu. Karen masih ingat itu.
"Hai." Sapa sebuah suara berat khas laki-laki dewasa memecah keheningan. Berubah, suara itu yang berubah darinya. 
Karen tidak menjawab sapaan itu. Masih tertegun dengan objek yang ada dihadapannya. Karen menarik bangku dihadapannya dan segera mendudukinya. "Udah lama juga, ya, kita nggak ketemu." Laki-laki dihadapannya melanjutkan dengan seulas senyum tipis pada bibirnya. Tulus, Karen bisa melihat itu. Karen hanya mengangguk samar sambil tersenyum getir. Andai laki-laki ini tau apa yang aku rasakan sekarang. Batinnya. Rasa-rasanya Karen ingin langsung memeluk laki-laki ini dan menangis bahagia karna dapat bertemu dengannya lagi. Lima tahun bukan waktu yang sebentar, ditambah dengan setiap harinya Karen terus memikirkannya. Memikirkan bagaimana kejadian lima tahun itu, tepatnya dipenghujung tahun, bisa terjadi. Kejadian yang selalu membuat dadanya terasa sesak saat mengingatnya. Lima tahun Karen berharap dapat bertemu lagi dengannya. Namun lima tahun pula mereka tidak saling bertukar kabar, tidak saling bertemu, Karen bahkan tidak tau apa dia masih mengingatnya atau bahkan melupakannya. Satu hal yang pasti, Karen tidak (akan) melupakannya. Karen memperhatikan kembali sosok dihadapannya ini, dalam jarak sedekat ini, walau hanya setengah badan yang bisa ia lihat mengingat posisinya yang sedang duduk sehingga setengah badan lainnya terhalang oleh meja hampir setinggi dada saat Karen menduduki kursi dihadapan meja ini. Ia masih sama seperti dulu, dengan tanned skinnya, dengan perawakan badannya yang tinggi dan tidak terlalu kurus, alis mata yang tebal menyiratkan kesan tegas namun tetap membuatnya menjadi sosok yang tetap menarik dimata Karen. Laki-laki yang aku lihat sekarang, yang ada dihadapanku sekarang memiliki dada yang bidang. Tentu, dia bertambah dewasa sekarang. Karen bergumam dalam hati. Karen sempat membayangkan bahwa mungkin suatu saat nanti ia bisa bersandar disana. Atau mungkin sekarang? Rasanya ia ingin sekali memeluknya sambil menangis bahagia karna akhirnya ia bisa bertemu dengan laki-laki ini lagi.
Baik. aku ralat pernyataanku sebelumnya. Inilah bagian lain dari laki-laki ini yang berubah selain suaranya. Gumamnya masih dalam hati.
"Apa kabar?" Lanjut laki-laki dihadapan Karen, mungkin karna tidak melihat bahwa Karen akan membalas sapaannya barusan. Suara berat laki-laki ini membuyarkan lamunan Karen.
"Baik. Kamu?" Balas Karen singkat berusaha setenang mungkin.
"Ya, beginilah aku sekarang." Senyum laki-laki itu mengembang sekaligus memancarkan binar-binar kebahagiaan pada kedua matanya.
"Oiya, kamu mau pesan apa?" Tanyanya lagi.
"Apapun yang kamu pesan kalikan dua." Karen tersenyum. Sudah mulai menikmati pertemuan yang bisa dibilang cukup mendadak ini.
"Siap, Bos!" Balasnya sambil meletakkan ujung jari telunjuk dan tiga jari kanan lainnya pada pelipis kanannya untuk mempertegas kalimatnya barusan.
Karen tersenyum.
Sambil menunggu pesanan datang, Karen dan laki-laki dihadapannya ini larut dalam perbincangan layaknya dua orang teman lama yang sudah lama tidak bertemu. Karen sendiri heran kenapa ia bisa serileks ini bertatap wajah, bahkan berbincang langsung dengan laki-laki yang sudah sangat ia rindukan selama ini.
Satu jam, dua jam, tiga jam pun berlalu. "Hei, udah malem, pulang yuk." Ajak Karen setelah melirik pada jam tangan hitam pada tangan kiri mungil miliknya. Jam sudah menunjukkan pukul sembilan lebih limabelas menit.
"Oke." Sahut laki-laki itu singkat sambil meraih kunci mobil disampingnya.
Karen dan laki-laki itupun bergegas keluar dari kafe tersebut, berjalan menuju parkiran dimana everest hitam milik laki-laki ini diparkir. Karen berjalan menuju sisi kiri mobil berwarna hitam pekat itu, dan secara tiba-tiba sebuah tangan terulur lalu membukakan pintu mobil sebelum Karen sempat mengulurkan tangannya. Karen tertegun sesaat kemudian ia tersenyum seakan memamerkan lesung pipi pada kedua pipinya dan kemudian segera masuk kedalamnya. He's sweet, just like he used to be, pikir Karen setelah ia duduk didalam mobil tersebut. Laki-laki itu berputar kesisi satunya dan masuk kedalam mobil. Tak lupa ia mengingatkan Karen untuk mengenakan seatbeltnya kemudian menyalakan mesin dan menjalankan mobil itu menuju rumah Karen.