This is what happened on my 16th birthday. Look? How kucel I am :')
Sunday, November 18, 2012
Monday, November 12, 2012
When we meet again
Karen tertegun. Wajah itu, wajah yang bahkan sampai
sekarang menjadi bayangan yang terus menghantui dalam benaknya. Tatapan mata
sendu itu seperti bisa menembus sampai kehati, membuatnya luluh. Dan senyum
dingin itu, sama seperti terakhir kali Karen melihatnya. Dulu,lima tahun lalu.
Karen masih ingat itu.
"Hai." Sapa sebuah suara berat khas
laki-laki dewasa memecah keheningan. Berubah, suara itu yang berubah
darinya.
Karen tidak menjawab sapaan itu. Masih tertegun
dengan objek yang ada dihadapannya. Karen menarik bangku dihadapannya dan
segera mendudukinya. "Udah lama juga, ya, kita nggak ketemu."
Laki-laki dihadapannya melanjutkan dengan seulas senyum tipis pada bibirnya.
Tulus, Karen bisa melihat itu. Karen hanya mengangguk samar sambil tersenyum getir.
Andai laki-laki ini tau apa yang aku rasakan sekarang. Batinnya. Rasa-rasanya
Karen ingin langsung memeluk laki-laki ini dan menangis bahagia karna dapat
bertemu dengannya lagi. Lima tahun bukan waktu yang sebentar, ditambah dengan
setiap harinya Karen terus memikirkannya. Memikirkan bagaimana kejadian lima
tahun itu, tepatnya dipenghujung tahun, bisa terjadi. Kejadian yang selalu
membuat dadanya terasa sesak saat mengingatnya. Lima tahun Karen berharap dapat bertemu lagi dengannya. Namun lima tahun pula mereka
tidak saling bertukar kabar, tidak saling bertemu, Karen bahkan tidak tau apa
dia masih mengingatnya atau bahkan melupakannya. Satu hal yang pasti, Karen
tidak (akan) melupakannya. Karen memperhatikan kembali sosok dihadapannya ini,
dalam jarak sedekat ini, walau hanya setengah badan yang bisa ia lihat
mengingat posisinya yang sedang duduk sehingga setengah badan lainnya terhalang
oleh meja hampir setinggi dada saat Karen menduduki kursi dihadapan meja ini. Ia masih sama seperti dulu, dengan tanned skinnya, dengan perawakan badannya yang tinggi dan tidak terlalu kurus, alis mata yang tebal menyiratkan kesan tegas namun tetap membuatnya menjadi sosok yang tetap menarik dimata Karen. Laki-laki
yang aku lihat sekarang, yang ada dihadapanku sekarang memiliki dada yang
bidang. Tentu, dia bertambah dewasa sekarang. Karen bergumam dalam hati. Karen sempat membayangkan bahwa mungkin
suatu saat nanti ia bisa bersandar disana. Atau mungkin sekarang? Rasanya ia
ingin sekali memeluknya sambil menangis bahagia karna akhirnya ia bisa bertemu
dengan laki-laki ini lagi.
Baik. aku ralat pernyataanku sebelumnya. Inilah
bagian lain dari laki-laki ini yang berubah selain suaranya. Gumamnya masih
dalam hati.
"Apa kabar?" Lanjut laki-laki dihadapan
Karen, mungkin karna tidak melihat bahwa Karen akan membalas sapaannya barusan.
Suara berat laki-laki ini membuyarkan lamunan Karen.
"Baik. Kamu?" Balas Karen singkat berusaha
setenang mungkin.
"Ya, beginilah aku sekarang." Senyum
laki-laki itu mengembang sekaligus memancarkan binar-binar kebahagiaan pada
kedua matanya.
"Oiya, kamu mau pesan apa?" Tanyanya lagi.
"Apapun yang kamu pesan kalikan dua."
Karen tersenyum. Sudah mulai menikmati pertemuan yang bisa dibilang cukup
mendadak ini.
"Siap, Bos!" Balasnya sambil meletakkan
ujung jari telunjuk dan tiga jari kanan lainnya pada pelipis kanannya untuk
mempertegas kalimatnya barusan.
Karen tersenyum.
Sambil menunggu pesanan datang, Karen dan laki-laki
dihadapannya ini larut dalam perbincangan layaknya dua orang teman lama yang
sudah lama tidak bertemu. Karen sendiri heran kenapa ia bisa serileks ini
bertatap wajah, bahkan berbincang langsung dengan laki-laki yang sudah sangat
ia rindukan selama ini.
Satu jam, dua jam, tiga jam pun berlalu. "Hei,
udah malem, pulang yuk." Ajak Karen setelah melirik pada jam tangan hitam
pada tangan kiri mungil miliknya. Jam sudah menunjukkan pukul sembilan lebih
limabelas menit.
"Oke." Sahut laki-laki itu singkat sambil
meraih kunci mobil disampingnya.
Karen dan laki-laki itupun bergegas keluar dari kafe
tersebut, berjalan menuju parkiran dimana everest hitam milik laki-laki ini
diparkir. Karen berjalan menuju sisi kiri mobil berwarna hitam pekat itu, dan
secara tiba-tiba sebuah tangan terulur lalu membukakan pintu mobil sebelum
Karen sempat mengulurkan tangannya. Karen tertegun sesaat kemudian ia tersenyum
seakan memamerkan lesung pipi pada kedua pipinya dan kemudian segera masuk
kedalamnya. He's sweet, just like he used to be, pikir Karen setelah ia duduk
didalam mobil tersebut. Laki-laki itu berputar kesisi satunya dan masuk kedalam
mobil. Tak lupa ia mengingatkan Karen untuk mengenakan seatbeltnya kemudian
menyalakan mesin dan menjalankan mobil itu menuju rumah Karen.
Subscribe to:
Posts (Atom)